Saturday, December 29, 2007

SAHABAT DAN UMMAT

Emha Ainun Nadjib, 2002

Maiyah ialah: kalau Anda shalat berjamaah di Masjid, pastikah Anda tahu siapa yang shalat berjajar di samping kanan atau kirimi? Tahu siapa namanya? Kira-kira berapa umurnya? Rumahnya di mana? Sudah kawin atau belum? Berapa anaknya? Kerjanya apa? Kaya atau miskin atau sedang-sedang saja? Apakah teman sejamaahmu itu hatinya sedang gembira ataukah sedih? Sedang punya problem atau tidak?
Apakah sebuah jamaah di masjid pernah menyelenggarakan lita'arofuu, berkenalan satu sama lain, sebagaimana Allah meniscayakan segala makhluknya? Pasti Anda dan orang semasjid itu adalah saudara seiman seislam. Anda dengan mereka yasyuddu ba'dhuhum ba'dho. Saling memperkuat satu sama lain. Ibarat satu badan, kalau kaki terjepit, mata yang menangis. Kalau pipi ditampar, hati yang sedih. Apakah memang sudah demikian nilai perhubungan Anda dengan orang-orang yang bareng bersembahyang dengan Anda?
Ataukah Anda tidak pernah kenal mereka kecuali satu dua belaka yang kebetulan pernah berkenalan? Dan Anda tidak tahu apakah teman shalat Anda itu masih punya beras atau tidak di rumahnya, juga Anda tidak punya siapa-siapa di masjid itu untuk mengungkapkan bahwa anak Anda sakit keras sementara istri Anda rewel.
Padahal katanya ummat Islam itu satu badan. Kalau ada satu saja orang kelaparan dan tidak ada sistem hubungan yang memungkinkan ia ditolong oleh lainnya, maka semua ikut berdosa.
Apakah dengan orang-orang yang bareng bersujud itu Anda saling terikat oleh nilai-nilai persaudaraan, logika ukhuwah, kesetiaan moral, kewajiban tolong menolong - ataukah Anda semua ini tiap hari berjamaah shalat tetapi kehidupan nyata Anda berlangsung sendiri-sendiri, individual dan egoistik?
Jangankan lagi peningkatan mutu dari keislaman ke keimanan. Dari kualitas Muslim ke derajat Mu'min. Mu'min, iman, aman..karena Anda satu ummat dan karena Anda mu'min maka segala perilaku dan bicara Anda selalu mengamankan semua yang ada di sekitar Anda. Apakah dalam berdagang Anda mengamankan saudara-saudaramu karena engkau Mu'min? Apakah dalam menjalankan kehidupan sehari-hari Anda menciptakan rasa aman bagi saudara-saudaramu? Apakah parpolmu, kampanyemu, jabatanmu, uangmu, kekuasaanmu, kekuatanmu, akses-aksesmu - membuat saudara-saudaramu aman, ataukah justru mereka merasa terancam?
Kalau Megawati adalah presiden PDIP maka yang non-PDIP merasa tidak aman. Maka Megawati dilarang oleh akal sehat dan moralitas kebangsaan untuk menjadi Presiden PDIP, sebab kewajiban formalnya adalah menjadi Presiden Republik Indonesia. Sehingga ia menjamin keamanan semua pihak di Indonesia, bahkan menjamin keamanan tanah, pohon, angin, air, kalau perlu juga Jin dan hantu-hantu di seantero Indonesia.
Kalau pemimpin engkau ambil dari suatu golongan, maka siapkan dua hal dalam hidupmu: engkau menjadi ancaman, atau engkau berposisi terancam.
Apakah Gus Dur merasa aman atas Amin Rais? Apakah Amin Rais merasa aman atas Gus Dur? Demikian juga pemimpin-pemimpin dan berbagai golongan social dan politik di negeri ini, adakah rasa aman satu sama lain? Bahkan kalau suatu malam Anda naik motor lewat tuwangan atau bulak dan Anda dibegal orang motor dan dompet direbut - jangan membayangkan bahwa pembegalmu itu orang PKI atau orang kafir. Besok malam engkau sebenarnya bisa ketemu dia di pengajian, lusa Jum'atan bareng,, dan nanti kalau dia punya duit juga akan bareng kami naik haji.
Sedangkan dengan tetanggamu yang seiman sebangsa sesuku sekampung saja engkau tidak sungguh-sungguh merasa aman. Jadi tidak rasional kalau engkau mengira bahwa da Ummat Islam yang kalbun-yan yasyuddu ba'dhuhum ba'dho. Yang saling tolong menolong dan melindungi satu sama lain.
Maka untuk tahap sekarang ini, sebelum tercipta dan terbangun "ummat", tentukan dan pastikan dulu siapa "sahabat"mu. Sahabat yang kita saling gembira kalau ada satu yang gembira, saling sedih kalau ada satu yang bersedih. Saling setia, bertanggung jawab, santun dan berkasih sayang.
Mungkin "sahabat"mu itu hanya dua orang, tiga orang, sepuluh orang atau berapapun. Tapi mereka tidak membiarkan anakmu sakit tanpa pengobatan, dan engkau tidak membiarkan keluarga mereka kelaparan dan berduka. Tidak usah membayangkan Maiyah Indonesia Raya dulu, cukup tentukan yang jelas siapa-siapa "sahabat"mu dalam kehidupan yang penuh tekanan dan ancaman ini.
Itulah "Ummat" kecilmu, "ummat" sejatimu. Itulah Indonesia kecilmu, Indonesia sejatimu. Itulah maiyah.



Saturday, December 22, 2007

Makan Minum Dak Tentu

"Slilit Sang Kiai", Emha Ainun Nadjib, 1996

Pulau Madura, pembangunan Madura, pejabat Madura, kiai Madura, bahkan
seksualitas Madura, jarang disebut-sebut oleh media massa kita. Terus terang
saya jadi kurang sreg.

Bukan hanya karena watak budaya Madura termasuk saklek, efektif dan memiliki
kecenderungan 'anti eufimisme' yang tinggi dan itu amat relevan dengan penyakit
kebudayaan kita dewasa ini. Bukan pula sekadar karena berdirinya Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah dulu, kabarnya, berkat restu kiainya, Hasyim Asyhari dan Ahmad
Dahlan di Sumenep, Madura. Tapi hobi orang Madura untuk mengucapkan 'tidak
tentu' - yang mereka logatkan menjadi dak tentu - yang sungguh membuat saya
jatuh hati.

Dak tentu merupakan perwujudan dari kesadaran terhadap relativitas. Di dalam
praktek, ungkapan tersebut merupakan bentuk kehati-hatian yang tinggi terhadap
berbagai ketidakpastian hidup. Dengan bersikap dak tentu, mereka terjaga
ditengah-tengah dua kutub nilai atau keadaan yang bisa menjebak. Kesadaran dak
tentu membuat mereka tidak terlalu mabuk gembira jika memperoleh rezeki, serta
tidak stress serius kalau ditimpa kemalangan.

Dulu saya kurang percaya kepada hobi dak tentu, sebab yang saya dengar hanya
anekdot-anekdot. Misalnya, kata sahibul kisah, pada zaman orla adalah seorang
penjual ikan di pasar Sumenep. Seorang pejabat melakukan kunjungan incognito
dengan maksud untuk mengecek secara langsung tingkat nasionalisme rakyat Madura.

Pejabat itu bertanya, "He Pak, siapa presiden Indonesia?"

Sambil membungkus bandeng untuk diberikan kepada seorang pembeli, si Madura
menjawab seenaknya, "O, dak tentu, Pak!"

Serasa ditonjok jidat sang pejabat. "Siapa presiden Indonesia" adalah pertanyaan
paling gampang di seluruh Nusantara. Dan jawaban dak tentu sungguh-sungguh harus
diwaspadai.

"Dak tentu bagaimana?" Pak Pejabat mengejar.

"Yaa kadang-kadang Subandrio, kadang-kadang Yusuf Muda Dalam. Pokoknya dak
tentu, Pak!"

"Lho, kok bisa begitu?"

"Lha yang di teve atau gambarnya di koran itu dak tentu!"

Pecah rasa kepala. "Lantas kalau Pak Karno itu siapa?!" Pak Pejabat kita naik
pitam dan membentak.

Tetap dengan tenang pula si Madura menjawab, "Ooo lain, Pak! Itu bukan presiden.
Pak Karno itu rajaaa!"

Alkisah pejabat kita itu marah besar, lantas memanggil pejabat-pejabat pulau
itu, dikumpulkan dan disuruh kor lagu wajib. Itu karena jelas terbukti bahwa
nasionalisme orang Madura amat rendah. Kabarnya para pamong daerah itu ambil
suara bareng. "Saaaa....." Tapi kemudian yang dinyanyikan bukan Satu Nusa Satu
Bangsa, melainkan, "Salatulah salamullaaaah...."

Jadi, presiden dan bunyi lagu wajibpun dak tentu.

Anekdot itu tidak saya setujui karena hendaklah kita jangan saling meremehkan di
antara sesama bangsa. Tapi beberapa waktu yang lalu, legenda dak tentu itu
nongol depan hidung saya.

Alkisah mengobrollah saya dengan seorang ustadz dari Madura. Karena sedang musim
reaktualisasi ajaran Islam, bertanyalah saya perihal teologi pembebasan Islam,
sistem perekonomian Islam, apa benar iblis malah masuk surga dan seterusnya. Si
Ustadz tertawa dan menepis, "Ah, koddok mau nunggang sappi! Untuk apa jauh-jauh
ngurusi soal itu, sedangkan apa hukum makan minum saja kita belum tahu!"

Saya membantah, "Lho! Kan jelas sejak dulu. Makan dan minum itu hukumnya mubah.
Halal Boleh."

Si Madura tertawa lagi. "Ooo, dak tentu, Dik, dak tentu!"

Di samping kaget oleh ide jawaban itu, saya juga terhenyak oleh kata dak tentu.
"Dak tentu bagaimana?" tukas saya, "Hukum kok dak tentu?"

"Ya dak tentu, Dik, Kadang-kadang mubah, kadang-kadang wajib, kadang-kadang
sunah, makruh atau bahkan haram."

"Bisa-bisanya begitu?"

"Dengar, Dik. Kalau makan dan minum sekedar mubah atau halal, berarti manusia
boleh tidak makan dan tidak minum, karena tidak wajib, berarti Adik menghina
Tuhan yang sudah capek-capek bikin badan Adik, berarti Adik tidak memelihara
amanat Tuhan. Adik membunuh titipan Tuhan. Jadi makan minum itu wajib. Kalau
Adik bisa hidup tanpa makan minum, ya hukumnya sunat, karena Adik toh dianjurkan
menikmati rezeki Allah. Lha kalau Adik makan minum dalam jumlah yang melebihi
standar syarat kesehatan tubuh, hukumnya makruh. Apalagi kalau Adik makan minum
secara amat berlebihan baik dalam jumlah maupun 'estetika makanan'-nya, maka
bisa haram hukumnya. Terlebih-lebih lagi kalau Adik makan milik orang lain, itu
haram muakkad. Kalau 'orang lain' itu jumlahnya buuuanyaaak, itu super haram.
Dan tak terbayangkan lagi kalau adik makan jembatan, kayu-kayu hutan,
bukit-bukit, perkebunan, minum minyak, air bendungan - itu namanya duuuuancuk!"

Misuh dia. "Apa hukumnya misuh dan mengumpat?"

"Dak tentu, Dik. Tergantung latar belakang yang mendorongnya. Al Qur'an melarang
manusia mengucapkan kata-kata kasar, kecuali dalam keadaan teraniaya. Jadi kalau
tukang-tukang becak karena dimakan laut, ya silahkan misuh, Insya Allah Tuhan
mendengarnya dangan iba dan rasa kasihan."

"Jadi.... " saya tergagap, "hukum itu dak tentu, ya?"

"Dak tentu, Dik. Hukum itu, kalau kata anak-anak sekolahan, tidak bersifat
parsial-statis, melainkan kontekstual-dinamis. Kalau bahasa Maduranya ya dak
tentu. Mencuri karena dengan niat mencuri dan mencuri karena terpojok mencuri,
lain nilai hukumnya."

"Tapi mengapa hakim di pengadilan tak pernah menanyakan apa yang menyebabkan
terdakwa mencuri, atau setidak-tidaknya sistem hukum formal yang berlaku tidak
menyediakan peluang untuk merunut ke latar historisnya, dekat maupun jauh?"

"Ya terserah dia. Hakim itu biasanya kan sudah akil balik. Sudah besar. Sudah
bisa memilih baik buruk dengan segala risikonya."

"Tapi apakah setiap akil balik, setiap orang dewasa, pasti bisa menentukan dan
memilih di antara baik buruk?"

"Dak tentu, Dik."

Saya bertanya dan bertanya terus. Nikmat benar makanan dak tentu itu...

Friday, December 21, 2007

supaya pencuri hp kapok !

dari blog teman link'aDsiNi

Aku ada tips nich, buat para blogger yang saya hormati,supaya pencuri hp kapok.
Dengerin yaaa......
Setiap hp kan memilikki 15 digit serial number yang unique (IMEI) , yang artinya : tidak mungkin sama dengan hp lainnya. Untuk mencatat nomor , caranya :
Pertama tekan : *#06# (itu kode setiap merk hp/ kartu yang anda gunakan )
Lalu tekan : Tanda panah (Arrow) ok
Selanjutnya, pada layar akan tampil 15 digit kode. catat kode itu dan simpan ditempat yang aman . Jangan disimpan didompet,lebih baik ditinggalkan dirumah atau dimana aja yang kira-kira menurut kamu aman apabila hp kamu dicuri (smoga gak) , calling operator sim hp anda dan beritahukan kode itu. Mereka akan memblocking,sehingga hp tersebut tidak bisa digunakan sama sekali , walaupun kartunya ditukar dengan yang lain coz yang diblocking adalah hpnya dan bukan nomor panggilan hp.Kemungkinan besar hp kamu tidak akan kembali ... namun paling tidak orang jahat merasa kapok . Sehingga kalo semua hp tdk bisa berfungsi,maka dipasar gelap, harganya akan jatuh and diharapkan trend pencurian hp sudah gak mode lagi. Heeeeeheeee

Thursday, December 20, 2007

Untuk Tuhanku

Emha Ainun Nadjib, 1983

Tuhanku
jika tak tulus jiwaku
halangilah segala hasratku untuk pandai
dan mengerti kenyataan ini,
namun jika Kau lihat cukup ketulusanku
anugerahkan setetes ayat Mu
agar menjadi tindakanku.
Tuhanku,
di luar ketulusan hati
bahasa Mu tak kan bisa kupahami,
kami mengembara ke hutan-hutan
dikungkung kesombongan yang tak kami sadari.
Tuhanku,
seribu samudera ilmu Mu
jumlah tak terkira kesanggupan Mu
tidaklah kuimpikan.
cuma tumbuhkan kemampuanku
menjadi setetes air
bergabung di samudera itu.

Tuesday, December 18, 2007

Tuhan Mengajak Berdiskusi

dari buku: Emha Ainun Nadjib "istriku seribu"

[…..tokoh yang ini mengatakan : “saya berpoligami karena menjalankan syariat Islam”, tokoh yang itu yang berseberangan ideologinya menyatakan “bagaimana mungkin orang memeluk suatu agama yang membolehkan poligami dan peperangan”. Yang satu omong “berpoligami lebih bagus dan selamat daripada selingkuh dan melacur”, lainnya bilang “poligami itu melanggar hak asasi kaum perempuan”. Disebelah sana diungkapkan “hak asasi wanita memberinya hak untuk menjadi pelacur ataupun menjadi istri kedua”, si seberangnya terdengar “kalau lelaki punya hak berpoligami, wanita juga punya hak untuk berpoliandri”.

Dan selesai sampai disitu pemahamannya, untuk diulang-ulang tiap hari dalam oborolan di kafe, wawancara di media, makalah dalam diskusi. Demikian diulang-ulang dari tahun ke tahun, dari era ke era. Akal sudah berhenti. Sejarah sudah mandeg, pemikiran sudah pensiun . Tidak ada view sejarah, wacana-wacana sesekali disebut tapi hannya pada kulitnya atau salah satu sisi yang menguntungkan pengutipnya. Tidak dicari landasan hukumnya pada khasanah agama, ideology atau filsafat. Orang dinegriku memperdebatkan masalah-masalah mendasar peradaban dengan takaran yang sama dengan mempertimbangkan akan pergi ke warung soto atau nasi uduk.
Bersamaan dengan itu ada ribuan masalah lain di negriku. Yang kecil-kecil maupun yang besar-besar. Yang terus menerus terjadi dan terus menerus tidak dicari penyelesainnya dengan tuntas dan mendasar.]


"Padahal Tuhan sangat konsern terhadap proses internal individu per-manusia maupun proses eksternal dalam kehidupan sosial".

Tuhan tidak hanya memberi batasan Dan perintah, melainkan menyikapi manusia sebagai makhluk yang sudah dibekali oleh-Nya dengan alat canggih yang namanya akal. Maka dalam banyak hal sesungguhnya tuhan tidak hanya memberi perintah, tetapi mengajak manusia berdiskusi, agar manusia memproses pemikirannya kemudian mengambil keputusan sendiri dengan akalnya.

Kalau dalam pemetaan pernyataan –pernyataan tuhan, Ia hanya memberi dogma sebanyak sekitar 3,5% yang 96,5% adalah diskusi dan demokrasi.

Pada kalimat yang sama dengan radikalisasi ratusan istri menuju empat istri, tuhan memancing kedewasaan akal manusia: “kalau engkau takut akan tidak bisa berbuat adil, maka satu istri saja”.

Itupun kalimat sebelumnya, yang menyebut istri satu dua atau tiga atau empat, dimulai dengan kata “maka”. Artinya pasti ada anak kalimat sebelumnya. Ada latar belakangnya, ada pertimbangan-pertimbangannya, tidak bisa dipotong disitu. Sebagaimana umpamanya diantara kita ada kalimat “makanlah daging anjing ini” tidak bisa berdiri sendiri dan diartikan sebagai hukum pembolehan makan anjing. Sebab kalimat itu diawali oleh keadaan darurat di mana tak ada apapun sama sekali yang bisa dimakan, yang ada hanya beberapa potong daging anjing. Atau sebagaimana kebolehan berwudlu dengan usapan debu atau tayammum, itu tidak berdiri sendiri, melainkan dipersyarati oleh ketidakmungkinan mendapatkan air.

Maka kawin empat itu juga berangkat dari prasyarat-prasyarat sosial yang kita himpun disamping dari yang dipaparkan oleh tuhan dan sejarah, juga kita cari melalui aktivitas akal kita sendiri. Kawin empat, menurut kematangan akal dan rasa kalbu kemanusian, tidak pantas dilakukan atas pertimbangan individu, melainkan kewajiban sosial. Kewajiban adalah sesuatu yang “terpaksa” atau wajib kita lakukan, senang atau tidak senang. Karena masalahnya tidak terletak pada selera, kenikmatan atau kemauan pribadi, melainkan pada kemaslahatan bersama.

Engkau menjadi manusia yang tidak tahu diri kalau Tuhan mengatakan “kalau engkau takut tak bisa berbuat adil…” lantas engkau bersombong menjawab kepada Tuhan: “Aku bisa kok berbuat adil”, kemudian ambil perempuan jadi istri keduamu. Bahkan engkau nyatakan “aku ingin memberi contoh poligami yang baik” – seolah-olah tuhan tidak membekalimu dengan akal dan rasa kalbu kemanusian.

Thursday, December 13, 2007

kadoku buat para blogger

adymoralist

Betapa asiknya melanglang buana dalam dunia blog. Banyak informasi dan cara pandang orang bisa engkau temukan disana. Dan betapa bahagianya mengarungi dunia blog, bisa mengenal banyak teman dan saling tukar pendapat.

Dan disana teramat banyak hal yang bisa engkau dapatkan, yang dapat menggugah jiwa dan cara pandang, ada yang berjiwa patriotis yang selalu kritis dengan ketidak-adilan sosial. Tulisan dan pemikirannya selalu menyejukkan rakyat yang tertindas dengan hawa ketentraman dan kedamaian memberikan mereka solusi dalam mengarungi kebuntuan hidup ini.

Juga ada yang jiwa nasionalisnya membara, tidak pernah tinggal diam siapapun yang menghina dan menyurangi bangsa Indonesia ini, yang terlalu lama dijajah walau dalam kemerdekaan kurang lebih berumur 61 thn ini. Ada juga yang mengungkapkan emosionalnya terhadap kecurangan-kecurangan yang dilakukan Israel terhadap palestina dan Negara lainnya, juga pengaku penegak HAM namun dialah yang telah menginjak-nginjak hak-hak manusia. Juga disana ada yang marah terhadap kemunafikan-kemunafikan yang telah diajarkan sejak bangku SD sehingga ia menyadarinya. Dan teramat banyak hal-hal lain yang bisa kita temukan, baik itu berorientasi nilai postif atau negative.

Namun aku berharap,

Mungkin suatu masa dimana aku kamu mereka, tidak punya banyak waktu untuk bercengkrama dalam dunia blog ini, untuk menulis apapun itu yang terjadi dalam kebenaran yg universal. Dimana ketika kita telah mengemban suatu amanah besar, sehingga tidak punya banyak waktu untuk menulis dan konsen dengan apa yang kita tulis dan kita gores dalam dunia blog ini. Baik hal yang bersangkutan dengan ketidak-adilan, dengan kemunafikan dan kecurangan-kecurangan sosial. Semoga ini semua tidak terulang lagi ditangan dan didalam kehidupan sosial kita

Semoga disa’at ini dan nanti kita dapat mewujudkannya. Disa’at ini dan nanti bukanlah waktu kemunafikan kita. Melainkan masa sekarang adalah jenjang proses, masa kita belajar masa kita menjadi lebih baik kedepan bukan menjadi omong kosong belaka dalam blog dan keseharian kita.

Kumohon kepada mu ya Allah semoga ini tidak menjadi kemunafikan melainkan proses pengembangan jiwa, keteguhan hati didalam mengarungi samudra kehidupan ini.

Semoga.


kadoku buat para blogger dan pembaca budiman

Friday, December 7, 2007

kenapa sih lo ga pernah tau gimana gw?! sakit bgt tau diginiin !!

hello friend btw, sebenarnya soal memahami atau mengerti
antar sesama manusia apapun itu jenis yang perlu dimengerti
dan dipahami. semestinya dimulai dari mana si
:)
apa lo pertama yang kudu ngerti gw atau gw yg mesti mengerti lo
atau keduanya kudu saling pengertian

masalahnya banyak diantara kita yang kurang ingin mengerti
siapa kita mereka aku kamu dan dia
:)

walau aku hanya sekedar ingin posting tulisan yg berwarna pink n hitam itu


adymoralist

Thursday, December 6, 2007

"Happy Birthday"

adymoralist

bagai mawar merekah menyebarkan keharuman
bak mentari pagi menyinari alam jagat raya
itulah kelahiran...

semua yg menyaksikan merasakan kebahagian tiada tara
ibunda yg melahirkan sang buah hati tersenyum memancarkan kebahagian
walau jiwa dan raganya lemah berbaring tak berdaya

9 bulan ibunda berjuang menjaga merawat buah hatinya
tidak makan dan minum sesuka selera hatinya
namun pantangan itu semua dikorbankan demi keselamatan dan kesehatan kita

ternyata semua itu belum cukup
dibesarkan dirawat dididik dan dikenalkan dengan islam agar menjadi manusia seutuhnya

adakah sekuntum keharuman dan seberkas cahaya kebahagian
yang telah kita hadiahkan bagi ibunda dan ayahanda kita tercinta ?!

may Allah bless Our Parent, Amin.

"new year"

adymoralist

Mungkin Engkau masi ingat apa yang Engkau rasakan menjelang detik-detik pergantian tahun. Dan mungkin juga banyak kenangan yang engkau dapatkan diakhir detik pergantian tahun itu.

Ribuan atau bahkan jutaan manusia ikut merayakan pergantiannya. Jauh-jauh hari mereka telah merencanakan agenda ini. Dengan berbondong-bondong memenuhi suatu tempat, kadang juga dengan mengadakan convoy mengelilingi kota.

Begitu juga ketika engkau merayakan hari kelahiranmu, penuh harapan dan doa agar engkau bisa lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Atau mungkin juga banyak diantara mereka yang kurang mengerti jelas orientasi agenda mereka atau just having fun.

Namun bagiku agenda untuk menyambut pergantian tahun bukanlah hal yang istimewa, kadang aku juga heran dengan event-event menunggu detik-detik tahun baru itu. Kadangku bertanya (se ola-ola yah, biar tetap santai) “apakah kita telah kehabisan agenda untuk menuju perubahan atau mengharapkan pembaharuan dalam jiwa kita ini ?” seolah-olah malam itu adalah malam yang sangat istimewa dalam hidup kita.

Sebenarnya untuk memulai perubahan itu tidak mesti menunggu pergantian tahun, karna perubahan bisa Engkau mulai dalam setiap detik sekalipun. Dalam setiap langkah dalam lima waktu kita selalu merencakan dan memulai agenda perubahan.

Dan impianku setidaknya disana(Indonesiaku)ada Agenda Besar untuk membimbing anak-anak bangsa dalam mengarungi kehidupan ini didalam Kenduri Cinta, begitu juga denganku.


Wednesday, December 5, 2007

* Ada Kunci Dalam Genggamanmu *

by : Zero

Ketika kamu berdiri tuk pijakkan kakimu di muka bumi,
Kamu adalah satu-satunya pemegang dunia
Karena kamu yang akan mengahadapi kehidupanmu
Jangan pernah salahkan pilihanmu tuk gapai apa yang telah kamu pilih,


Tapi belajarlah dari apa yang telah kamu pilih
dan berusahalah tuk jadikan pilihanmu adalah mimpi indahmu
Banyak orang kecewa dengan pilihan hidupnya
Dan tidak sedikit pula manusia yang putus asa dengan apa yang dihadapinya


Tapi kamu,
kamu adalah orang yang hebat yang akan terus bisa berdiri tegak
kamu adalah sosok pejuang yang handal yang akan taklukkan dunia
kamu adalah pelaut yang tak kenal lelah dengan hempasan badai dan ombak


Aku yakin, kamu masih bisa berdiri lagi bersama tegaknya langkahmu
Aku yakin, kamu akan bisa mengambil semua dari apa yang telah terjadi padamu
Aku pun yakin, kamu akan banyak belajar dari semua yang kamu alami


Bumi pun akan selalu berputar pada porosnya
Yang dengan perputarannya itupun tak sedikit akibat yang ditimbulkannya
Terkadang, manusia tidak menyadari apa yang sedang dilakukannya
Karena manusia bergerak, dan ia akan timbulkan beribu masalah, baikkah itu atau tidak
Yang semuanya itu harus ia hadapi dengan tegar dan kuat


Kesempurnaan seseorang bukanlah dari hidup yang tanpa masalah
Tapi bagaimana ia menyikapi dan menyelesaikannya


Dan ingat...
Kunci itu ada dalam genggamanmu
Kamulah yang akan menentukan ruang mana yang akan kamu singgahi
Maka, jangan pernah membohongi dan menyiksa diri sendiri
Karena kebenaran sejati hannyalah milikNya.

Monday, December 3, 2007

“Tolong jangan ribut karna Bunda sedang sakit”

adymoralist

Lisan,
hanya dengan lisan ; emosi, seyum, tawa, tangis itu bisa tercipta.
Bahkan jauh lebih dari itu lisan bisa menampar dan menendangmu langsung ke ulu hati, gitu juga sebaliknya.

Memang terkesan sepele dalam menyampaikan suatu khabar atau pesan, tapi bila tidak berhati-hati tampa kita sadari telah menimbulkan fitnah. Alhamdulillah bila itu masih diluar kesengajaan kita, namun bagaimana bila itu sengaja kita rekayasa( Hmm…, Cuma kamu yg tau dan …)

Sebenarnya kita hanya dimohon untuk jangan ribut dengan alasan Bunda sedang sakit, tapi kenapa pesan ini berubah makna ketika kita menyampaikan kepada teman yang lainnya. Kita hanya diminta untuk tidak ribut bukan berarti tidak boleh menjenguk bukan berarti dilarang datang atau jangan ini dan itu.

Mmm… betapa susahnya menjaga lisan


“Kalau yg sunyi engkau anggap tiada maka bersiaplah terbangun dari tidurmu oleh ledakannya
Kalau yg tidak terlihat oleh pandanganmu engkau tiadakan maka bersiaplah jatuh tertabrak olehnya
Dan kalau yg kecil engkau sepelekan bersiaplah menikmati kekerdilanmu di genggaman kebesarannya. Dst…” *

*Emha Ainun Nadjib


Sunday, December 2, 2007

Dasar Teori Tentang Majnun

Emha Ainun Nadjib

Memang bukan Saridin namanya kalau tidak gila. Dan bukan gilanya Saridin kalau definisinya sama dengan definisi Anda tentang gila. Wong sama saya saja Saridin sering bertengkar soal mana yang gila dan mana yang tidak kok. Padahal saya juga agak gila. Apalagi sama Anda. Anda kan jelas-jelas waras.

Misalnya di jaman Demak bagian akhir-akhir itu saya menyatakan bersyukur bahwa dakwah para Wali semakin produktif. Sunan Ampel yang berfungsi sebagai semacam Ketua MPR, Sunan Kudus sebagai Menko Kesra, Sunan Bonang sebagai Pangab, atau Sunan Kalijaga sebagai Mendikbud, benar-benar menjalankan suatu managemen sejarah dan strategi sosialisasi nilai dengan metoda-metoda yang canggih dan efektif.

Bukan hanya komunitas-komunitas Islam semakin menyebar dan meluas, tapi juga mutu kedalaman orang beribadah semakin menggembirakan. Tapi Saridin menertawakan saya. Dan bagi saya sangat menyakitkan karena tertawanya dilambari aji-aji kedigdayaan batin: begitu suara tertawanya lolos dari terowongan tenggorokan Saridin, pepohonan bergetar-getar, burung-burung beterbangan menjauh, awan-awan dan mega melarikan diri sehingga matahari gemetar tertinggal sendirian di langit.

"Jangan sok kamu Din!" saya berteriak.

Saridin menghentikan tertawanya. Ia menjawab. "Bersyukur ya bersyukur, tapi kalau saya, juga berprihatin. "

"Kenapa?" tanya saya.

"Diantara orang-orang yang beribadah kepada Tuhan itu banyak yang majnun!"

"Gila?"

"Ya, Majnun itu artinya ya gila, Majnun!"

"Majnun gimana?"

"Pengertian kita tentang junun atau kegilaan kayaknya berbeda. Bagi saya gitu itu gila, tapi bagi kamu tidak."

"Gitu itu gimana yang kamu maksud?"

"Orang berdiri khusyuk dan bersedekap. Matanya konsentrasi ke kiblat. Mulutnya mengucapkan hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan. ...", tiba-tiba tertawanya meledak lagi, sehingga tanah yang saya pijak terguncang, padahal tidak demikian. Orang itu tidak hanya kepada Tuhan menyembah. Wong jelas tiap hari dia menyembah para priyayi, para priyagung, para Tumenggung atau Adipati. Minta tolongnya juga kebanyakan tidak kepada Tuhan. Ia lebih banyak tergantung pada atasannya dibanding kepada Tuhan. Meskipun dia tidak menyatakan, tapi terbukti jelas dalam perilaku dia bahwa yang nomor satu bagi hidupnya bukan Tuhan, melainkan penguasa-penguasa lokal dalam hidupnya. Entah penguasa politik, atau penguasa ekonomi. Itu namanya majnun. Tuhan kok dibohongi. Dan caranya membohongi Tuhan dengan kekhusyukan lagi! Kalau otaknya sehat, hal begitu tidak terjadi. Hanya otak gila saja yang memungkinkan hal itu terjadi..... "

Saya melengos. "Ah, kamu ini terlalu idealis. Normal dong kalau manusia punya kelemahan yang demikian. Mana ada manusia yang sempurna. Orang kan boleh berproses. Orang berhak belajar secara bertahap. Pengabdiannya kepada Tuhan diolah dari belum utuh menjadi utuh pada akhirnya. Konsistensi seseorang atas kata-kata yang diucapkannya kan bertahap, tidak bisa langsung seratus persen!"

Kesal betul saya.

Tiba-tiba tertawanya meletus lagi, sehingga saya terjengkang lima depan kebelakang. "Lho, ini masalah simpel. Kalau bilang jagung ya jagung, kalau kedelai ya kedelai. Kalau ya itu ya ya. Kalau tidak itu ya tidak. Gampang saja kan? Kalau seorang Imam terlanjur mengungkapkan statemen kepada Tuhan 'hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan' - maka ia harus bertanggung jawab atas kata kami disitu. Artinya, pertama, ia terlanjur berjanji kepada Tuhan. Kedua, ia harus bertanggung jawab kolektif atas seluruh persoalan jamaahnya. Tidak hanya imam dan takwanya, tapi juga segala masalah kesehariannya, sampai soal nasi dan problem-problem sosialnya... .."

Sekarang giliran saya yang tertawa. Saya mendatangi Saridin dan berbisik di telinganya: "Din, jangan terlalu serius dong. Dialognya yang santai saja!"

"Lho!", Saridin terhenyak, "Justru karena ini untuk [buku] humor, maka saya pilihkan tema-tema lawakan. Gimana sih Ente ini. Yang saya omongkan ini kan orang-orang yang melawak kepada Tuhan. Orang-orang yang menyatakan sesuatu tapi tidak sungguh-sungguh. Orang-orang yang ndagel di hadapan Tuhan, karena mungkin dipikirnya Tuhan itu butuh dagelan dan disangkanya para Malaikat bisa tertawa!"

Saya jadi agak takut-takut. "Din, Saridin, kamu jangan begitu ah. Jangan omong yang enggak-enggak. Kalau sama Tuhan yang serius dong!"

"Justru saya sangat serius kepada Tuhan, sehingga saya ceritakan mengenai orang-orang yang melawak dihadapan-Nya! "

"Orang beribadah kok melawak!" saya membantah lagi.

"Lho, gimana sih, " ia menjawab "Orang tiap hari bersembahyang dan mengajukan permintaan kepada Tuhan - 'Ya Allah anugerahilah aku jalan yang lurus!' Dan Tuhan sudah selalu menganugerahkan apa yang orang minta. Orang itu tidak pernah memakainya, tapi tiap hari ia memintanya lagi dan lagi kepada Tuhan. Kalau saya jadi Tuhan, pasti kesel dong...."

"Husysysy!!! " saya membentak.

"Husysy bagaimana!"

"Emangnya kamu Tuhan?"

"Siapa bilang saya Tuhan? Majnun kamu!"

"Emangnya Tuhan bisa kesel?"

"Maha Suci Allah dari kekesalan. Tapi apakah karena Tuhan mustahil kesal maka menjadi alasan hamba-hamba- Nya untuk berbuat semaunya, untuk mendustai Dia, untuk berbuat gila?"

"Wong gitu saja kok gila tho Din!"

"Lho! Orang sudah disuguhi kopi, tidak diminum, lha kok minta kopi lagi, saya suguhi kopi lagi, lagi, lagi, lagi sampai meja penuh sesak oleh gelas-gelas kopi, tapi lantas tidak diminum lagi, tapi dia minta lagi dan minta lagi. Gila namanya kan?"

"Ah ya bukan gila. Itu paling-paling munafik namanya."

"Ya gila dong. Majnun. Orang yang punya logika, tapi berlaku tidak logis, itu penyakit junun namanya. Orang yang tak menggunakan pengertian mengenai konteks, proporsi dan lokasi-lokasi persoalan, itu virus junun yang menyebabkannya. Orang bilang keadilan sosial, tapi kerjanya tiap hari menata ketimpangan, itu majnun. Orang bilang semua perjuangan ini untuk rakyat, padahal prakteknya tidak - itu namanya virus junun, lebih parah dari HIV...."

Akhirnya saya kesal. Saya tinggalkan si Majnun ini!

Quoted from :

Emha Ainun Nadjib, "Demokrasi Tolol Versi Saridin", 1998

RENDRA DALAM MAKNA

Muhammad Ainun Nadjib Rendra yg kami cintai Berpindah rumahnya Dari penglihatan dan pengetahuan Menuju rumah sejati abadi Yg bernama makna, ...