Tuesday, February 26, 2008

Sayap-Sayap Kerbau

Emha Ainun Nadjib

Di tengah padang yang terbuka luas, dua orang musafir berdebat tentang sebuah
titik hitam yang tampak nun jauh di depan. Yang seorang menya¬takan, titik itu
tak lain seekor kerbau. Sementara lainnya sangat meyakini, itu seekor banteng.
Riuh rendah mereka berdebat dengan argu¬mentasinya. Karena tidak ada titik temu,
satu-sa¬tunya jalan yang mereka sepakati adalah bersege¬ra mendatangi titik itu
ke tempatnya.
Maka, mereka pun berjalan menyusuri pa¬dang, sambil terus berdebat, beradu
wacana, mempertandingkan acuan, referensi dan penga¬laman. Sampai akhirnya
mereka hampir tiba di titik yang ditu¬ju. Namun, sebelum mereka melihat persis
apa gerangan ia, titik itu tiba-tiba melesat, terbang dari tempatnya,
melayang-layang ke angkasa.
"Burung!'; kata salah seorang, "Apa saya bilang:' "Tidak bisa!" sahut lainnya.
Keduanya berlari mendekat, meskipun si benda terbang itu melesat makin jauh dan
tinggi. Akhirnya, mereka berhenti de¬ngan sendirinya dengan napas
terengah-engah.
"Kerbau!" kata orang kedua.
"Kerbau bagaimana?" orang pertama membantah, "Sudah jelas benda itu bisa
terbang, pasti burung!"
"Kerbau!" orang kedua bersikeras, "Pokoknya kerbau! Mes¬kipun bisa terbang,
pokoknya kerbau!"
Saya doakan dengan tulus ikhlas semoga Allah melindungi Anda dari kemungkinan
memiliki teman, saudara, istri, reka¬nan kerja, direktur, bawahan, pemerintah,
penguasa, pemimpin atau apa pun, yang wataknya seperti si pengucap kerbau itu.
Kalau nyatanya Anda telanjur memiliki sahabat kehidupan yang habitat mentalnya
seperti itu, saya hanya bisa menganjur¬kan agar Anda bersegera menyelenggarakan
ruwatan bagi nasib Anda sendiri. Atau, tempuhlah cara yang lebih relegius: puasa
empat puluh hari, salat hajat tiap malam, mencari wirid-wirid paling sakti yang
memungkinkan Anda terlindung oleh para malaikat Allah dari spesies manusia
semacam itu.
Cobalah kata "kerbau" itu Anda ganti dengan kata lain. Um¬pamanya reformasi.
Kata "terbang" bisa Anda ganti dengan kata lain, yang relevan terhadap
reformasi. Ucapkan kata-kata sema¬cam tokoh kita itu: "Meskipun saya
mempertahankan agar sega¬la sesuatunya harus tetap mapan, stabil dan bun¬tu,
tapi yang penting pokoknya saya ini pendu¬kung reformasi!" ,
"Meskipun saya bisa sampai ke wilayah yang serba menggiurkan ini, serta duduk di
kursi yang penuh wewangian ini berkat proses dan mekanis¬me nepotisme dan
feodalisme, tapi yang penting pokoknya saya antinepotisme.”
"Meskipun terus terjadi ketertutupan, pembungkaman dan pemusnahan, tapi pokoknya
ini keterbukaan dan demokrasi:'
"Meskipun saya berbuat tidak adil, tapi po¬koknya saya anjurkan agar
saudara-saudara berbuat adil:' "Meskipun habis-habisan saya melanggar hukum,
tapi po¬koknya saya ini penegak hukum"
"Meskipun sebagai pihak yang diamanati oleh rakyat dan digaji oleh rakyat, saya
tidak pernah minta maaf kepada rakyat atas terjadinya kebangkrutan negara dan
krisis total, tapi yang penting pokoknya saya bukan pemerintah yang buruk:'
"Meskipun kita kandas di landasan, tapi yang penting po¬koknya ini adalah
tinggal landas:'
"Meskipun harga bukan hanya naik tapi lompat galah, yang penting pokoknya ini
bukan kenaikan melainkan penyesuaian.”
Memang tidak ada makhluk Tuhan yang cakrawala ke¬mungkinannya melebihi manusia.
Manusia adalah sepandai¬-pandainya makhluk, namun ia bisa menjadi
sedungu-dungunya hamba Tuhan. Ular saja mengerti persis kapan ia harus makan,
seberapa banyak yang sebaiknya ia makan, serta kapan ia mesti berhenti makan.
Sementara manusia makan kapan saja, me¬nangguk keuntungan tak terbatas
sebanyak-banyaknya - sean¬dainya ia tak dibatasi oleh maut.
Manusia itu paling lembut, tapi ia juga yang paling kasar. Manusia bisa mencapai
kemuliaan kepatuhan kepada Tuhan, namun ia juga mampu melorot ke titik paling
nadir untuk ban¬del, mokong, mbalela dan makar. Untunglah, Allah itu sendiri
adalah khoirul makirin: sebaik-baiknya pelaku makar.
Manusialah mahluk Allah termulia. Ahsani taqwim. Tapi ia juga yang paling hina
dan paling rendah. Asfala safilin.
Doa kita hanya sekalimat: "Ya Allah, makhlukMu yang asfa¬la safilin, tolong
jangan izinkan punya kekuasaan dan meme¬gang senjata. Amin."

No comments:

RENDRA DALAM MAKNA

Muhammad Ainun Nadjib Rendra yg kami cintai Berpindah rumahnya Dari penglihatan dan pengetahuan Menuju rumah sejati abadi Yg bernama makna, ...