Monday, October 22, 2007

Menghindari Kebodohan, Fitnah dan Kerusuhan

Emha Ainun Nadjib

Kepada kita sesama rakyat kecil, kita saling memperingatkan agar terus mengasah kecerdasan untuk menilai secara jernih dan jujur segala yang terjadi di negara kita. Agar memiliki `mata rangkap' dalam membaca media dan mendengar berita, dengan tidak hanya mencerdasi apa yang diinformasikan, kenapa hal itu diinformasikan, apakah informasinya akurat, apakah inti informasinya, sisi-sisi apa yang dari informasi itu kira-kira tidak bisa diberitakan; bahkan juga kita butuh kejelian bahwa sangat banyak informasi, termasuk indzar-indzar kita sendiri, yang tidak mungkin dimuat di media.

Kita saling mengingatkan bahwa hendaknya kita terus menerus menghimpun informasi dan terus beristiqamah terhadap kebenaran yang kita temukan dalam informasi itu.

Prinsip informasi yang sama juga berlaku bagi kita sendiri, di mana hendaknya kita sendiri membiasakan diri untuk hanya mengemukakan informasi yang benar, yang menyelamatkan kita dari tudingan fasiq dari Allah, serta untuk menyumbang kemashlahatan komunikasi sosial di antara rakyat Indonesia.

Kita saling memperingatkan di antara kita untuk tidak gampang mempergunjingkan dan memperkatakan sesuatu, terlalu gampang aran-aran, terlalu sembrono mengasumsikan apapun, bersangka buruk, apalagi memfitnah. Baik antar pribadi, antar kelompok atau antar segmen apapun saja dalam masyarakat.

Karena perilaku gunjing dan fitnah semacam itu pada hakekatnya juga merupakan suatu jenis kerusuhan yang bisa tidak kalah dahsyat dibanding kerusuhan-kerusuhan fisik. Kerusuhan fisik saja kita hindarkan, apalagi kerusuhan informasi, kerusuhan akhlak, kerusuhan mental dan rohani.

Sebagai hamba Allah yang berkualitas ahsani taqwim, kita saling memperingatkan agar kita senantiasa melihat dengan akal, mendengar dengan akal, bertindak dengan akal, berpakaian dengan akal, melangkah dengan akal, memproses segala sesuatu dengan akal, mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu dengan akal, berbicara dan berpidato dengan akal, mengurusi rumah tangga, kampung, ummat dan negara dengan akal.

Karena penyakit bangsa kita selama ini adalah tidak adanya hubungan nilai dan tanggung jawab antara kata dengan perbuatannya. Antara pakaian dengan nilai perilakunya. Antara keputusan dengan pelaksanaannya. Antara jargon persatuan dan kesatuan dengan stragegi devide et impera. Antara jimat Pancasila dengan pelanggaran-pelanggaran atas keutamaan nilai Allah, kemanusiaan, dan keadilan. Bahkan pelaku teras nepotisme dan monopoli bisa berpidato yang didengar oleh seluruh rakyat Indonesia tentang ajakan melenyapkan nepotisme dan monopoli.

No comments:

RENDRA DALAM MAKNA

Muhammad Ainun Nadjib Rendra yg kami cintai Berpindah rumahnya Dari penglihatan dan pengetahuan Menuju rumah sejati abadi Yg bernama makna, ...